2.1.
Meningkatkan Kualitas Guru
Setiap
kali kita berada pada masa akhir tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan
tertuju kepada betapa rendahnya kualitas pendidikan sekolah menengah yang
ditunjukkan dengan rendahnya hasil nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya skor di
atas akan senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas
pendidikan guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran
sentral yang dibenahi adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru.
Berbagai
usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru telah dilaksanakan
dengan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan, misalnya diintroduksirnya proyek
perintis sekolah pembangunan, pengajaran dengan system modul, pendekatan
pengajaran CBSA, tetapi mengapa sampai detik ini usaha-usaha tersebut belum juga
menunjukkan hasilnya?
A.
Mengabaikan guru
Sudah
banyak usaha-usaha yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
khususnya kualitas guru dan pendidikan guru yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Namun patut disayangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan
pendidikan guru tersebut dilaksanakan berdasarkan pandangan dari "luar
kalangan guru ataupun luar pendidikan guru". Terlalu banyak kebijaksanaan
di bidang pendidikan yang bersifat teknis diambil dengan sama sekali tidak
mendengarkan suara guru. Pengambilan keputusan yang menyangkut guru di atas
seakan-akan melecehkan guru sebagai seseorang yang memiliki "kepribadian".
Sebagai
contoh yang masih hangat adalah diintroduksirnya pendekatan Cara Belajar Siswa
Aktif dalam proses belajar mengajar. Keyakinan para pengambil kebijaksanaan atas
kehebatan CBSA telah mendorong dikeluarkannya penetapan keharusan guru untuk
menggunakan pendekatan tersebut dalam proses belajar mengajar. Barangkali
keyakinan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berdasarkan hasil-hasil
penelitian. Namun sayangnya penetitian-penelitian yang menyangkut proses belajar
mengajar di kelas selama ini lebih banyak bersifat informatif sehingga jauh dari
memadai dikarenakan penelitian tersebut melihat pengajaran pandangan "luar
guru".
Pengambil
kebijaksanaan di bidang pendidikan tidak pernah menghayati apa dan bagaimana
yang sesungguhnya terjadi di ruang-ruang kelas. Misalnya, dampak jumlah murid
yang besar, keberanian murid untuk menyampaikan gagasan rendah, motivasi lebih
terarah untuk belajar guna menghadapi tes daripada belajar untuk memahami
pelajaran yang disampaikan guru, target materi pelajaran yang begitu berat bagi
seorang guru, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut mendapat perhatian niscaya
kebijaksanaan yang berkaitan dengan
pendekatan pengajaran bisa lain, paling tidak untuk sementara waktu.
Patut
disimak misalnya pertanyaan yang diajukan oleh guru-guru: "Mengapa kita
tidak dilatih saja bagaimana cara mengajar dengan ceramah yang paling tepat dan
baik, dari pada diharuskan mengajar dengan CBSA? Seharusnya sesudah bisa
melaksanakan pengajaran dengan metode ceramah yang benar baru kita belajar
metode yang lain".
Tersendat-sendatnya
pelaksanaan CBSA dewasa ini merupakan bukti bahwa setiap kebijaksanaan di bidang
pendidikan, apalagi pengajaran di kelas, yang meninggalkan pandangan guru
sebagai orang yang paling tahu keadaan kelas cenderung mengalami kegagalan,
sebab "pandangan guru" sangat diperlukan dalam setiap usaha
peningkatan kualitas hasil pendidikan.
B.
Mentalitas dan vitalitas
Ada
tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan
kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan
tertinggi. Pertama para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal
yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi
dengan peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan
guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang berkaitan
dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat topik
pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan
secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya perlu
dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang bersifat
struktural administrative harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu
yang memimpin pertemuan harus kepala sekolah.
Kedua,
akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang
dihadiri para guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para
guru sendiri. Dengan demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk ini
perlulah anggapan sementara ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para
akademisi yang bekerja di perguruan tinggi atau oleh para peneliti di
lembaga-lembaga penelitian harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu
diyakini pada semua fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa
yang terjadi di kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat
penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang
nyata-nyata memahami dan manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di
kelas.
Masih
terlalu banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di
kelas yang sampai saat ini belum terpecahkan dan perlu untuk dipecahkan.
Misalnya, langkah-langkah apa harus dilaksanakan untuk menghadapi murid yang
malas atau mempunyai jati diri yang rendah atau pemalu di kelas. Bagaimana
mendorong peserta didik agar mempunyai motivasi untuk membaca. Bagaimana cara
menanggulangi peserta didik yang senantiasa mengganggu temannya. Masalah-masalah
di atas jarang diteliti, kalaupun pernah diteliti maka pendekatannya terlalu
teoritis akademis sehingga tidak dapat diterapkan dalam praktek proses belajar
mengajar sesungguhnya.
Ketiga,
guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang
dilakukan, khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi
guru meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan penelitian.
C.
Peran PGRI
Sebagai
suatu organisasi professi guru yang memiliki anggota lebih dari dua juta, PGRI
secara moral mempunyai tanggung jawab untuk mendorong dan memberikan agar para
guru bisa melaksanakan tiga kegiatan di atas. PGRI bias memperbanyak
pertemuan-pertemuan ilmiah, menerbitkan pedoman-pedoman penelitian yang dapat
cepat dicerna guru, menerbitkan jurnal-jumal sebagai media komunikasi ilmiah
para anggota, dan melaksanakan lomba penelitian atau karya tulis yang lain.
Untuk itu, kiranya PGRI perlu lebih meningkatkan kualitas tubuhnya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar